PALEMBANG,BS- Kuasa Hukum Januarizkhan Sapriadi Syamsudin SH MH dan M Syarif Hidayat SH membacakan pledoi atau nota pembelaan dengan judul "Suami yang Malang, Harta Habis Istri Menghilang,". Dalam perkara jual beli tanah melibatkan Januarizkhan seorang pengusaha, dengan pelapor korban Kuspuji Handayani dugaan laporan penipuan dan penggelapan.
Nota pembelaan tersebut dibacakan dihadapan majelis hakim Agus Aryanto SH dan Dr Editerial SH MH di Pengadilan Negeri Palembang, kelas IA khusus, Kemarin (10/1) Dengan diikuti terdakwa Januarizkan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) secara virtual.
Dikatakan Sapriadi kepada bahwa judul pledoi ini terilhami dari kenyataan dan fakta - fakta persidangan.
"Berdasarkan bukti - bukti dan saksi, selama proses persidangan, kami menghadirkan 35 bukti surat, terbagi menjadi 4 bagian. Pertama, tentang Wanda Asnawi yang membeli J Kostel 7879 dari pelapor korban Kuspuji Handayani, yang secara fakta J Kostel milik terdakwa Januariskhan. Tapi uangnya tidak diserahkan kepada terdakwa,"ungkapnya.
Bagian kedua, tentang pembayaran lunas yang sudah dibuktikan berdasarkan rekening koran. Hutang terdakwa Rp 5 miliar ke pelapor Kuspuji Handayani, telah dibayar Rp 7 miliar 200 juta rupiah. Bagian ketiga, laporan polisi Januarkan atas perbuatan saksi korban Kuspuji Handayani menjual J Kostel tapi uang tidak diserahkan sebesar diterima dari Wanda Rp 2 miliar 103 juta. Bagian keempat, bukti penjualan aset 3 rumah 2 mobil 1 J Kostel dan uang pembayaran Rp 7 miliar 200 juta, telah dijual saksi korban Kuspuji Handayani Rp 11 miliar 200 juta, yang uangnya tidak diserahkan ke terdakwa Januarkan.
"Sebenarnya, fakta yang terjadi dalam perkara ini adalah, korban atau istri inilah memanipulasi data memakai akta No 13 tanggal 3 September 2016 dicocokan dengan berkas perkara yang dibuat oleh penyidik. Bahwa laporan dengan akta tersebut merupakan akta pengakuan hutang. Ketika dikupas dalam fakta persidangan, ahli pidana mengatakan akta tersebut cacat formil, karena dibuat tanggal, bulan tahun mundur. Diredaksinya 2016 padahal dibuat tahun 2017,"kata Sapriadi.
"Sehingga alat bukti dibuat jaksa penuntut umum (JPU) dikaitkan dengan ketentuan Pasal 184, yakni 2 alat bukti permulaan, artinya surat yang dihadirkan bukanlah bukti. Selanjutnya saksi ada 12 orang, tapi cuma 8 diperiksa. Ahli pidana dalam berkas perkara tidak diperiksa JPU. Maka ahli pidana harus dihadirkan dipersidangan. Kedua, JPU juga tidak menghadirkan saksi mahkota, notaris Yulis Petricia Siregar. Sebab akta tersebut dibuat Yulis Petricia, dengan tidak dihadirkan saksi mahkota, bagaimana mungkin benda mati akan berbicara tanpa diterangkan oleh yang membuatnya,"ujar Sapriadi.
Berikutnya 5 orang saksi, ibu kandung saudara kandung ipar kandung kakak kandung, menurut UU tidak dapat menjadi pertimbangan hakim.
"Maka mereka bukanlah saksi, hanya didengar keterangannya. Terkuak di fakta persidangan, keterangan pelapor Kuspuji Handayani tanpa didukung bukti dan saksi, itu dakwaan JPU dalam tuntutannya harus dinyatakan bebas terdakwa,"tegasnya.
"Sebagai suami yang baik telah menjalankan kewajibannya, memberi nafkah memberikan harta . Sebagai istri mestinya merawat harta suami ketika dalam penjara. Ini seperti dalam sinetron, suami dipenjara, harta habis istri menghilang. Mereka menikah sirih sejak 20 Oktober 2016 - akhir tahun 2019, sejak perkara ini berakhir, sekitar 4 tahun menikah,"kata Sapriadi.
Harapannya , perkara ini menjadi contoh bahwa kepada majelis hakim sebagai wakil tuhan dibumi, atas tuntutan JPU selama 3 tahun, itu relatif.
"Kalau memang melakukan kejahatan setimpal, tapi kalau bicara kebenaran jangankan 3 tahun, seminggu tidak iklas. Kami tidak minta diringankan, kami minta klien kami dibebaskan dari dakwaan, apakah bebas murni atau onslag," tukasnya.(suh)
Category: Palembang